Artikel Pilihan
All Menu

Selamat Datang di Blog Gerakan Pemuda Ansor Anak Cabang Watulimo Kabupaten Trenggalek, Semoga bermanfaat dan membawa Berkah. Aamiin

Senin, 12 Maret 2018

Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan.
<>Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G 30 S/PKI, peran Ansor sangat menonjol.
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ”konflik” internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab, “ulama besar” sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam.
Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang, mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan sebagai sama salah satu jalan di kota Malang.
Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirikannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.
Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim, Menteri Agama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).
GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.
Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalm setiap pergantian kepemimpinan nasional.

Sejarah Berdirinya GP Ansor

Unknown   at  Senin, Maret 12, 2018  No comments

Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan.
<>Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G 30 S/PKI, peran Ansor sangat menonjol.
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ”konflik” internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab, “ulama besar” sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam.
Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang, mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan sebagai sama salah satu jalan di kota Malang.
Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirikannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.
Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim, Menteri Agama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).
GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.
Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalm setiap pergantian kepemimpinan nasional.

Baca Selengkapnya→

Minggu, 25 Februari 2018

TNI dan BANSER selalu bersinergi atau saling bahu membahu mengatasi permasalahan di Negeri ini
Ansor berdiri tahun 1934
Banser berdiri 1937
Periode pembentukan TNI (1945-1947)
data Arsip kolonial Belanda menyatakan "antara tahun 1800 - 1900 dalam kurun waktu 100 tahun (1 abad) terjadi 112 kali pemberontakan kepada Penjajah Belanda, dan Semua Pemberontakan adalah Orang Islam Ahlu sunah wal jama'ah atau para santri yang di pimpin oleh Kyai dan Guru - guru thoriqoh (benih Nu, Ansor dan Banser)" hal ini memperjelas bahwa NU adalah unsur penting dalam proses kemerdekaan Indonesia.

Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan.

<>Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G 30 S/PKI, peran Ansor sangat menonjol.

Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ”konflik” internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.

Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).

Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab, “ulama besar” sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).

Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam.

Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang, mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Hamid Rusydi, sebelum TNI berdiri dan sebelum beliau memiliki gelar Mayor TNI Hamid Rusydi yaitu tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan sebagai sama salah satu jalan di kota Malang.

Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirikannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.

Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim, Menteri Agama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).

GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.

Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalm setiap pergantian kepemimpinan nasional.

SEJARAH BERDIRINYA BANSER DAN ANSOR

Unknown   at  Minggu, Februari 25, 2018  No comments

TNI dan BANSER selalu bersinergi atau saling bahu membahu mengatasi permasalahan di Negeri ini
Ansor berdiri tahun 1934
Banser berdiri 1937
Periode pembentukan TNI (1945-1947)
data Arsip kolonial Belanda menyatakan "antara tahun 1800 - 1900 dalam kurun waktu 100 tahun (1 abad) terjadi 112 kali pemberontakan kepada Penjajah Belanda, dan Semua Pemberontakan adalah Orang Islam Ahlu sunah wal jama'ah atau para santri yang di pimpin oleh Kyai dan Guru - guru thoriqoh (benih Nu, Ansor dan Banser)" hal ini memperjelas bahwa NU adalah unsur penting dalam proses kemerdekaan Indonesia.

Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan.

<>Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G 30 S/PKI, peran Ansor sangat menonjol.

Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ”konflik” internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.

Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).

Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab, “ulama besar” sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).

Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam.

Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang, mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Hamid Rusydi, sebelum TNI berdiri dan sebelum beliau memiliki gelar Mayor TNI Hamid Rusydi yaitu tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan sebagai sama salah satu jalan di kota Malang.

Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirikannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.

Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim, Menteri Agama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).

GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.

Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalm setiap pergantian kepemimpinan nasional.

Baca Selengkapnya→

Sabtu, 17 Februari 2018

Oleh: KH. A. Mustafa Bisri/Gus Mus

Dulu agama menghancurkan berhala. Kini agama jadi berhala. Tak kenal Tuhannya, yang penting agamanya.

Dulu orang berhenti membunuh karena agama. Sekarang orang saling membunuh karena agama.

Dulu orang saling mengasihi karena beragama. Kini orang saling membenci karena beragama.

Agama tak pernah berubah ajarannya dari dulu,Tuhannya pun tak pernah berubah dari dulu. Lalu yang berubah apanya? Manusianya?

Dulu orang belajar agama sebagai modal, untuk mempelajari ilmu lainnya. Sekarang orang malas belajar ilmu lainnya, maunya belajar agama saja.

Dulu pemimpin agama dipilih berdasarkan kepintarannya, yang paling cerdas diantara orang-orang lainnya. Sekarang orang yang paling dungu yang tidak bisa bersaing dengan orang-orang lainnya, dikirim untuk belajar jadi pemimpin agama.

Dulu para siswa diajarkan untuk harus belajar giat dan berdoa untuk bisa menempuh ujian. Sekarang siswa malas belajar, tapi sesaat sebelum ujian berdoa paling kencang, karena diajarkan pemimpin agamanya untuk berdoa supaya lulus.

Dulu agama mempererat hubungan manusia dengan Tuhan. Sekarang manusia jauh dari Tuhan karena terlalu sibuk dengan urusan-urusan agama.

Dulu agama ditempuh untuk mencari Wajah Tuhan. Sekarang agama ditempuh untuk cari muka di hadapan Tuhan.

Esensi beragama telah dilupakan. Agama kini hanya komoditi yang menguntungkan pelaku bisnis berbasis agama, karena semua yang berbau agama telah didewa-dewakan, takkan pernah dianggap salah, tak pernah ditolak, dan jadi keperluan pokok melebihi sandang, pangan, papan. Agama jadi hobi, tren, dan bahkan pelarian karena tak tahu lagi mesti mengerjakan apa.

Agama kini diperTuhankan, sedang Tuhan itu sendiri dikesampingkan. Agama dulu memuja Tuhan. Agama kini menghujat Tuhan. Nama Tuhan dijual, diperdagangkan, dijaminkan, dijadikan murahan, oleh orang-orang yang merusak, membunuh, sambil meneriakkan nama Tuhan.

Tuhan mana yang mengajarkan tuk membunuh? Tuhan mana yang mengajarkan tuk membenci? Tapi manusia membunuh, membenci, mengintimidasi, merusak, sambil dengan bangga meneriakkan nama Tuhan, berpikir bahwa Tuhan sedang disenangkan ketika ia menumpahkan darah manusia lainnya.

Agama dijadikan senjata tuk menghabisi manusia lainnya. Dan tanpa disadari manusia sedang merusak reputasi Tuhan, dan sedang mengubur Tuhan dalam-dalam di balik gundukan ayat-ayat dan aturan agama.

Ketika Agama Kehilangan Tuhan

Unknown   at  Sabtu, Februari 17, 2018  No comments

Oleh: KH. A. Mustafa Bisri/Gus Mus

Dulu agama menghancurkan berhala. Kini agama jadi berhala. Tak kenal Tuhannya, yang penting agamanya.

Dulu orang berhenti membunuh karena agama. Sekarang orang saling membunuh karena agama.

Dulu orang saling mengasihi karena beragama. Kini orang saling membenci karena beragama.

Agama tak pernah berubah ajarannya dari dulu,Tuhannya pun tak pernah berubah dari dulu. Lalu yang berubah apanya? Manusianya?

Dulu orang belajar agama sebagai modal, untuk mempelajari ilmu lainnya. Sekarang orang malas belajar ilmu lainnya, maunya belajar agama saja.

Dulu pemimpin agama dipilih berdasarkan kepintarannya, yang paling cerdas diantara orang-orang lainnya. Sekarang orang yang paling dungu yang tidak bisa bersaing dengan orang-orang lainnya, dikirim untuk belajar jadi pemimpin agama.

Dulu para siswa diajarkan untuk harus belajar giat dan berdoa untuk bisa menempuh ujian. Sekarang siswa malas belajar, tapi sesaat sebelum ujian berdoa paling kencang, karena diajarkan pemimpin agamanya untuk berdoa supaya lulus.

Dulu agama mempererat hubungan manusia dengan Tuhan. Sekarang manusia jauh dari Tuhan karena terlalu sibuk dengan urusan-urusan agama.

Dulu agama ditempuh untuk mencari Wajah Tuhan. Sekarang agama ditempuh untuk cari muka di hadapan Tuhan.

Esensi beragama telah dilupakan. Agama kini hanya komoditi yang menguntungkan pelaku bisnis berbasis agama, karena semua yang berbau agama telah didewa-dewakan, takkan pernah dianggap salah, tak pernah ditolak, dan jadi keperluan pokok melebihi sandang, pangan, papan. Agama jadi hobi, tren, dan bahkan pelarian karena tak tahu lagi mesti mengerjakan apa.

Agama kini diperTuhankan, sedang Tuhan itu sendiri dikesampingkan. Agama dulu memuja Tuhan. Agama kini menghujat Tuhan. Nama Tuhan dijual, diperdagangkan, dijaminkan, dijadikan murahan, oleh orang-orang yang merusak, membunuh, sambil meneriakkan nama Tuhan.

Tuhan mana yang mengajarkan tuk membunuh? Tuhan mana yang mengajarkan tuk membenci? Tapi manusia membunuh, membenci, mengintimidasi, merusak, sambil dengan bangga meneriakkan nama Tuhan, berpikir bahwa Tuhan sedang disenangkan ketika ia menumpahkan darah manusia lainnya.

Agama dijadikan senjata tuk menghabisi manusia lainnya. Dan tanpa disadari manusia sedang merusak reputasi Tuhan, dan sedang mengubur Tuhan dalam-dalam di balik gundukan ayat-ayat dan aturan agama.

Baca Selengkapnya→

Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas meminta semua kader Ansor dan Banser menunjukkan perilaku positif.

Menurut pria yang karib disapa Gus Yaqut itu, Ansor dan Banser tidak hanya menjadi etalase Nahdlatul Ulama (NU).

Gus Yaqut mengatakan, Ansor dan Banser juga harus menjadi etalase Islam Indonesia.

“Anggota Ansor dan Banser tidak hanya menjadi etalase NU di Korea Selatan, tapi juga menjadi etalase Islam Indonesia. Tidak boleh bertindak kasar, tidak gampang menyalahkan orang lain, mesti toleran, membantu sesama. Harus menunjukkan sebagai muslim yang ramah agar tidak ada anggapan Islam itu mengerikan, suka teror, dan lain-lain,” kata Gus Yaqut dalam diklat terpadu dasar (DTD) sekaligus pengukuhan Pengurus Cabang GP Ansor Korea Selatan, Rabu (14/2).

Menurut Gus Yaqut, seluruh kader Ansor dan Banser wajib menjaga wajah Islam yang ramah, termasuk di Korsel.

“Masyarakat Korsel akan melihat wajah Islam dan Indonesia dari sahabat-sahabat Ansor dan Banser. Tugas berat, tapi saya yakin sahabat-sahabat mampu,” kata Gus Yaqut.

Dalam kesempatan itu, Gus Yaqut juga menyampaikan apresiasi tinggi atas semua aktivitas yang telah dilakukan dalam merawat dan mengembangkan NU, Ansor, dan Banser di Korsel.

“Salut saya dengan sahabat-sahabat semua yang telah merelakan waktu, tenaga, dan penghasilan untuk merawat NU, termasuk mendirikan Ansor dan Banser Korsel,” kata Gus Yaqut.

Gus Yaqut : ANSOR - BANSER Harus Menjadi Etalase Islam Indonesia

Unknown   at  Sabtu, Februari 17, 2018  No comments

Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas meminta semua kader Ansor dan Banser menunjukkan perilaku positif.

Menurut pria yang karib disapa Gus Yaqut itu, Ansor dan Banser tidak hanya menjadi etalase Nahdlatul Ulama (NU).

Gus Yaqut mengatakan, Ansor dan Banser juga harus menjadi etalase Islam Indonesia.

“Anggota Ansor dan Banser tidak hanya menjadi etalase NU di Korea Selatan, tapi juga menjadi etalase Islam Indonesia. Tidak boleh bertindak kasar, tidak gampang menyalahkan orang lain, mesti toleran, membantu sesama. Harus menunjukkan sebagai muslim yang ramah agar tidak ada anggapan Islam itu mengerikan, suka teror, dan lain-lain,” kata Gus Yaqut dalam diklat terpadu dasar (DTD) sekaligus pengukuhan Pengurus Cabang GP Ansor Korea Selatan, Rabu (14/2).

Menurut Gus Yaqut, seluruh kader Ansor dan Banser wajib menjaga wajah Islam yang ramah, termasuk di Korsel.

“Masyarakat Korsel akan melihat wajah Islam dan Indonesia dari sahabat-sahabat Ansor dan Banser. Tugas berat, tapi saya yakin sahabat-sahabat mampu,” kata Gus Yaqut.

Dalam kesempatan itu, Gus Yaqut juga menyampaikan apresiasi tinggi atas semua aktivitas yang telah dilakukan dalam merawat dan mengembangkan NU, Ansor, dan Banser di Korsel.

“Salut saya dengan sahabat-sahabat semua yang telah merelakan waktu, tenaga, dan penghasilan untuk merawat NU, termasuk mendirikan Ansor dan Banser Korsel,” kata Gus Yaqut.

Baca Selengkapnya→

Nahdlatul Ulama (NU) memang sulit dipisahkan dari dunia politik, karena organisasi ini sudah puluhan tahun berkutat di dalamnya. Namun berpolitik menurut NU memiliki kriteria dan tujuan sendiri, bukan dilakukan dengan segala cara hanya sekadar untuk meraih kekuasaan.

Dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta (1989) dirumuskan 9 (sembilan) Pedoman Politik Warga NU, yaitu garis-garis pedoman untuk melangkah bagi kaum Nahdliyin yang menerjuni dunia politik dengan tetap menjunjung tinggi Khitthah Nahdlatul Ulama. Di lingkungan NU juga dikenal istilah Politik Kebangsaan, Politik Kerakyatan dan Politik Kekuasaan.

Berikut ini 9 Pedoman Politik Warga NU dimaksud :

1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-angkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir batin, dan dilakukan sebagai aural ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.

4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.

6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai pengamalan ajaran Ahlussunnah Waljamaah.

7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apapun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.

8. Perbedaan pandangan di antara aspiran-aspiran politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.

9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal batik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.

Di sela-sela Muktamar NU ke-31 di Donohudan, Solo (2004), K.H. MA Sahal Mahfudz mengkategorikan politik NU menjadi tiga bagian :

1. Politik Kebangsaan, tujuannya membela Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Politik Kerakyatan, tujuannya membela rakyat.

3. Politik Kekuasaan, tujuannya mencari kekuasaan.

NU tidak boleh digunakan untuk mencari kekuasaan. Adapun warganya, tidak dilarang berpolitik, tapi ada aturan, etika dan pedoman, misalnya tidak boleh membawa institusi NU.

Sumber : Antologi NU.

9 (sembilan) Pedoman Politik Warga NU.

Unknown   at  Sabtu, Februari 17, 2018  No comments

Nahdlatul Ulama (NU) memang sulit dipisahkan dari dunia politik, karena organisasi ini sudah puluhan tahun berkutat di dalamnya. Namun berpolitik menurut NU memiliki kriteria dan tujuan sendiri, bukan dilakukan dengan segala cara hanya sekadar untuk meraih kekuasaan.

Dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta (1989) dirumuskan 9 (sembilan) Pedoman Politik Warga NU, yaitu garis-garis pedoman untuk melangkah bagi kaum Nahdliyin yang menerjuni dunia politik dengan tetap menjunjung tinggi Khitthah Nahdlatul Ulama. Di lingkungan NU juga dikenal istilah Politik Kebangsaan, Politik Kerakyatan dan Politik Kekuasaan.

Berikut ini 9 Pedoman Politik Warga NU dimaksud :

1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-angkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir batin, dan dilakukan sebagai aural ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.

4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.

6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai pengamalan ajaran Ahlussunnah Waljamaah.

7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apapun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.

8. Perbedaan pandangan di antara aspiran-aspiran politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.

9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal batik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.

Di sela-sela Muktamar NU ke-31 di Donohudan, Solo (2004), K.H. MA Sahal Mahfudz mengkategorikan politik NU menjadi tiga bagian :

1. Politik Kebangsaan, tujuannya membela Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Politik Kerakyatan, tujuannya membela rakyat.

3. Politik Kekuasaan, tujuannya mencari kekuasaan.

NU tidak boleh digunakan untuk mencari kekuasaan. Adapun warganya, tidak dilarang berpolitik, tapi ada aturan, etika dan pedoman, misalnya tidak boleh membawa institusi NU.

Sumber : Antologi NU.

Baca Selengkapnya→

Minggu, 14 Januari 2018

Ansoruna ~ Pimpinan Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor Watulimo, pada hari Sabtu s.d. Ahad, 13 - 14 Januari 2018 telah melaksanakan Pelatihan Kader Dasar atau yang disingkat PKD yang bertempat di MI Karanggandu, Kecamatan Watulimo. Kegiatan tersebut diikuti oleh peserta dari seluruh Ranting yang ada di PAC Watulimo. Peserta yang mengikuti kegiatan tersebut tidak kurang dari 147 peserta yang tersebar diseluruh Ranting yang ada di bawah kaderisasi PAC Watulimo.

Tujuan diadakannya PKD dimaksud adalah :
  1. Melaksanakan mandat organisasi dan mengimplementasikan Visi Misi Gerakan Pemuda Ansor;
  2. Membentuk kader yang militan-ideologis, berkarakter, berdedikasi dan berintegritas tinggi.
  3. Membentuk kader yang memiliki kecakapan mengelola organisasi dan professional dalam bidang yang sesuai dengan potensi kader.
  4. Membentuk kader yang memiliki kapasitas kepemimpinan gerakan demi meneruskan cita-cita organisasi dan perjuangan para ulama NU
Sedangkan kegiatan PKD mengambil tema :
“Membentuk Kader Militan, Ideologis Dan Berkarakter Ahlu Sunnah Waljamaah An-Nahdliyah“.

Materi pokok Pelatihan Kepemimpinan Dasar (PKD) merujuk pada Peraturan Organisasi tentang Sistem Kaderisasi Gerakan Pemuda Ansor yang terdiri atas :
  1. Orientasi Pengkaderan
  2. Ahlussunnah wal jama’ah I
  3. Dalil-dalil amaliyah dan Tradisi Keagamaan NU
  4. Ke-Indonesia-an dan Kebangsaan
  5. Ke-Nahdlatul Ulama-an I
  6. Ke-GP Ansor-an I
  7. Organisasi dan Kepemimpinan
  8. Pengenalan Aturan Organisasi GP Ansor
  9. Rencana Kerja Tindaklanjut
  10. Pembai’atan









Pelaihan Kader Dasar (PKD) PAC GP Ansor Watulimo

Unknown   at  Minggu, Januari 14, 2018  No comments

Ansoruna ~ Pimpinan Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor Watulimo, pada hari Sabtu s.d. Ahad, 13 - 14 Januari 2018 telah melaksanakan Pelatihan Kader Dasar atau yang disingkat PKD yang bertempat di MI Karanggandu, Kecamatan Watulimo. Kegiatan tersebut diikuti oleh peserta dari seluruh Ranting yang ada di PAC Watulimo. Peserta yang mengikuti kegiatan tersebut tidak kurang dari 147 peserta yang tersebar diseluruh Ranting yang ada di bawah kaderisasi PAC Watulimo.

Tujuan diadakannya PKD dimaksud adalah :
  1. Melaksanakan mandat organisasi dan mengimplementasikan Visi Misi Gerakan Pemuda Ansor;
  2. Membentuk kader yang militan-ideologis, berkarakter, berdedikasi dan berintegritas tinggi.
  3. Membentuk kader yang memiliki kecakapan mengelola organisasi dan professional dalam bidang yang sesuai dengan potensi kader.
  4. Membentuk kader yang memiliki kapasitas kepemimpinan gerakan demi meneruskan cita-cita organisasi dan perjuangan para ulama NU
Sedangkan kegiatan PKD mengambil tema :
“Membentuk Kader Militan, Ideologis Dan Berkarakter Ahlu Sunnah Waljamaah An-Nahdliyah“.

Materi pokok Pelatihan Kepemimpinan Dasar (PKD) merujuk pada Peraturan Organisasi tentang Sistem Kaderisasi Gerakan Pemuda Ansor yang terdiri atas :
  1. Orientasi Pengkaderan
  2. Ahlussunnah wal jama’ah I
  3. Dalil-dalil amaliyah dan Tradisi Keagamaan NU
  4. Ke-Indonesia-an dan Kebangsaan
  5. Ke-Nahdlatul Ulama-an I
  6. Ke-GP Ansor-an I
  7. Organisasi dan Kepemimpinan
  8. Pengenalan Aturan Organisasi GP Ansor
  9. Rencana Kerja Tindaklanjut
  10. Pembai’atan









Baca Selengkapnya→

Sabtu, 01 April 2017

Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad, Allah berpesan kepada malaikat Jibril
“Hai Jibril, jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!” Sungguh berharganya manusia yang satu ini yang tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Di rumah Nabi Muhammad SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk sambil berkata, “Maafkanlah, ayahku sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”. “Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

“Ketahuilah wahai anakku, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata malaikat Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya malaikat ibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya” kata malaikat Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, TIMPAKAN SAJA SEMUA SIKSA MAUT INI KEPADAKU, JANGAN PADA UMATKU”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu)”. Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)”. Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu.
Menurut jumhur ulama sebagian Sakitnya Sakarotulmaut Seluruh umat Nabi muhammad sudah dilimpahkan kepada Sayyidina muhammad.

Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut Mengagungkan Pangilan Nabinya.
Allahumma sholli 'alaa Sayyidina Muhammad wa 'ala ali Sayyidina Muhammad.

Mudah-mudahan kita termasuk ummatnya yg nanti di hari kiamat akan mendapatkan syafaat baginda Rosulullah SAW. Aamiin.

Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad.

PESAN RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT

Unknown   at  Sabtu, April 01, 2017  No comments

Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad, Allah berpesan kepada malaikat Jibril
“Hai Jibril, jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!” Sungguh berharganya manusia yang satu ini yang tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Di rumah Nabi Muhammad SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk sambil berkata, “Maafkanlah, ayahku sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”. “Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

“Ketahuilah wahai anakku, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata malaikat Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya malaikat ibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya” kata malaikat Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, TIMPAKAN SAJA SEMUA SIKSA MAUT INI KEPADAKU, JANGAN PADA UMATKU”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu)”. Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)”. Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu.
Menurut jumhur ulama sebagian Sakitnya Sakarotulmaut Seluruh umat Nabi muhammad sudah dilimpahkan kepada Sayyidina muhammad.

Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut Mengagungkan Pangilan Nabinya.
Allahumma sholli 'alaa Sayyidina Muhammad wa 'ala ali Sayyidina Muhammad.

Mudah-mudahan kita termasuk ummatnya yg nanti di hari kiamat akan mendapatkan syafaat baginda Rosulullah SAW. Aamiin.

Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad.

Baca Selengkapnya→

Mahrus Ali - SantriNews.com
Surabaya – Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan hanya kewajiban Gerakan Pemuda Ansor dan Banser. Seluruh elemen anak bangsa berkewajiban untuk melawan segala bentuk rongrongan terhadap NKRI seperti gerakan khilafah yang diusung HTI.

Demikian disampaikan Kepala (Satkorwil) Banser Jatim H Moh. Abid Umar Faruq setelah menyaksikan penolakan GP Ansor dan Banser yang terjadi di berbagai daerah di Jatim berkaitan dengan agenda Tabligh Akbar HTI yang akan dilaksanakan di Masjid Al Akbar Surabaya, pada 2 April 2017.

Menurut Abid Umar, pemerintah mestinya bisa lebih sensitif menyaksikan semua itu ketimbang GP Ansor dan Banser. Karena yang terancam NKRI, eksistensi Pancasila. Adalah tugas negara, pemerintah untuk menjaga NKRI. Bukan hanya dalam slogan, tetapi tindakan.

“HTI ini jelas, dan terang benderang adalah organisasi makar yang tidak mengakui dan menolak Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 sebagai ideologi bangsa dan konstitusi RI. Keberadaan HTI jelas mengancam keutuhan NKRI dan memecah belah generasi anak negeri,” tegasnya.

Di samping itu, tambahnya, penerapan khilafah HTI tidak mempunyai dasar dan ahistoris, semata-mata hanya merupakan bagian dari politisasi agama dan berlawanan dengan semangat kehidupan bermasyarakat, beragama dan berbangsa Indonesia.

“Karenanya, kami menyerukan kepada seluruh anak bangsa Indonesia, tidak terkecuali kepada kader Banser se-Jatim untuk bersama-sama membubarkan HTI dan sejenisnya di Tanah Air ini,” ujarnya.

Di akhir pernyataan, Abid bersama dengan seluruh Banser se Jatim mendesak agar pemerintah dan Polda Jatim untuk tidak sekali-kali memberikan idzin kegiatan HTI dan organisasi sejenis di wilayah Jawa Timur.

“Jika tidak, maka atas nama anak negeri, Banser berkewajiban untuk membubarkan segala bentuk kegiatan mereka (HTI),” pungkasnya. (rus/onk)

Banser Jatim: Organisasi Makar, HTI Wajib Diusir dari Indonesia

Unknown   at  Sabtu, April 01, 2017  No comments

Mahrus Ali - SantriNews.com
Surabaya – Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan hanya kewajiban Gerakan Pemuda Ansor dan Banser. Seluruh elemen anak bangsa berkewajiban untuk melawan segala bentuk rongrongan terhadap NKRI seperti gerakan khilafah yang diusung HTI.

Demikian disampaikan Kepala (Satkorwil) Banser Jatim H Moh. Abid Umar Faruq setelah menyaksikan penolakan GP Ansor dan Banser yang terjadi di berbagai daerah di Jatim berkaitan dengan agenda Tabligh Akbar HTI yang akan dilaksanakan di Masjid Al Akbar Surabaya, pada 2 April 2017.

Menurut Abid Umar, pemerintah mestinya bisa lebih sensitif menyaksikan semua itu ketimbang GP Ansor dan Banser. Karena yang terancam NKRI, eksistensi Pancasila. Adalah tugas negara, pemerintah untuk menjaga NKRI. Bukan hanya dalam slogan, tetapi tindakan.

“HTI ini jelas, dan terang benderang adalah organisasi makar yang tidak mengakui dan menolak Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 sebagai ideologi bangsa dan konstitusi RI. Keberadaan HTI jelas mengancam keutuhan NKRI dan memecah belah generasi anak negeri,” tegasnya.

Di samping itu, tambahnya, penerapan khilafah HTI tidak mempunyai dasar dan ahistoris, semata-mata hanya merupakan bagian dari politisasi agama dan berlawanan dengan semangat kehidupan bermasyarakat, beragama dan berbangsa Indonesia.

“Karenanya, kami menyerukan kepada seluruh anak bangsa Indonesia, tidak terkecuali kepada kader Banser se-Jatim untuk bersama-sama membubarkan HTI dan sejenisnya di Tanah Air ini,” ujarnya.

Di akhir pernyataan, Abid bersama dengan seluruh Banser se Jatim mendesak agar pemerintah dan Polda Jatim untuk tidak sekali-kali memberikan idzin kegiatan HTI dan organisasi sejenis di wilayah Jawa Timur.

“Jika tidak, maka atas nama anak negeri, Banser berkewajiban untuk membubarkan segala bentuk kegiatan mereka (HTI),” pungkasnya. (rus/onk)

Baca Selengkapnya→

Rabu, 29 Maret 2017

"Saya mendapat cerita dari guru saya Syeikh Yasin al-Fadani, kedatangan Islam di Indonesia mula-mula pada waktu perang Shiffin, yakni antara kelompok Muawwiyah dan kelompok Sayyidina Ali," tutur Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang tersebut.

Bahwa Negara mayoritas Islam itu pasti Islam datang di zaman-zaman masa keemasan. Kalau dalam Al-Quran disebut as-Sabiqunal al-Awwalun. Yaitu seratus tahun pertama sebagai zaman nabi-sahabat, seratus tahun kedua sebagai zaman tabi'in, dan seratus tahun ketiga zaman tabi'in tabiat.

Pada perang Shiffin, lanjut Mbah Maimoen, itu kemenangan pada kelompok Muawwiyah, sehingga Ali terpecah belah. Terpecah belahnya Ali ini menjadi empat kelompok, ada yang disebut khawarij, adanya kelompok Ali yang fanatik berlebihan, ada yang netral, dan ada kelompok kecil yang disebut anak-anak perahu.

"Anak-anak perahu ini bertekad untuk meninggalkan negeri Arab melalui teluk Persia. Kemudian dengan naik perahu pasrah kepada Allah dimana perahu itu akan sampai, dan dimana akan mendarat. Pertama kali mendarat, perahu mereka sampai di Medan," ungkap kiai sepuh yang kini berusia 91 tahun tersebut.

Oleh karena itu, di Medan walaupun Islamnya tidak besar tetapi ada sebuah istana yang dikagumi yakni bernama istana Maimoon. "Saya sendiri bertanya, kenapa disana ada istana yang bernama istana Maimoon?," guraunya sembari tertawa ringan didepan ratusan mahasiswa STAI Al-Anwar tersebut.

Dalam acara tersebut turut hadir pula sebagai narasumber utama KH Lukman Hakim Saifuddin yang menjabat sebagai Menteri Agama RI. Hadir pula KH Abdul Ghofur Maimoen (Ketua STAI Al-Anwar), H Abdul Hafidz (Bupati Rembang), KH Majid Kamil Maimoen (Ketua DPRD Rembang) dan beberapa undangan dari MWC NU Sarang.

"Di Medan itu kalau kita lihat, antara Medan dan Padang Panjang ada kuburan-kuburan yang tidak diketahui. Itu kata guru saya Syeikh Yasin merupakan jejak kedatangan dari bangsa Arab masuk ke Indonesia pertama kali sebagai penyebar Islam. Walaupun mereka tidak sengaja untuk menyebarkan, tujuan mereka untuk mengungsikan diri," tutupnya.

Sumber : http://www.muslimoderat.net/2016/10/mbah-maimoen-zubair-islam-masuk.html#ixzz4cdXGnX4U

Mbah Maimoen Zubair: Islam Masuk Indonesia pada Masa Sayyidina Ali

Unknown   at  Rabu, Maret 29, 2017  No comments

"Saya mendapat cerita dari guru saya Syeikh Yasin al-Fadani, kedatangan Islam di Indonesia mula-mula pada waktu perang Shiffin, yakni antara kelompok Muawwiyah dan kelompok Sayyidina Ali," tutur Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang tersebut.

Bahwa Negara mayoritas Islam itu pasti Islam datang di zaman-zaman masa keemasan. Kalau dalam Al-Quran disebut as-Sabiqunal al-Awwalun. Yaitu seratus tahun pertama sebagai zaman nabi-sahabat, seratus tahun kedua sebagai zaman tabi'in, dan seratus tahun ketiga zaman tabi'in tabiat.

Pada perang Shiffin, lanjut Mbah Maimoen, itu kemenangan pada kelompok Muawwiyah, sehingga Ali terpecah belah. Terpecah belahnya Ali ini menjadi empat kelompok, ada yang disebut khawarij, adanya kelompok Ali yang fanatik berlebihan, ada yang netral, dan ada kelompok kecil yang disebut anak-anak perahu.

"Anak-anak perahu ini bertekad untuk meninggalkan negeri Arab melalui teluk Persia. Kemudian dengan naik perahu pasrah kepada Allah dimana perahu itu akan sampai, dan dimana akan mendarat. Pertama kali mendarat, perahu mereka sampai di Medan," ungkap kiai sepuh yang kini berusia 91 tahun tersebut.

Oleh karena itu, di Medan walaupun Islamnya tidak besar tetapi ada sebuah istana yang dikagumi yakni bernama istana Maimoon. "Saya sendiri bertanya, kenapa disana ada istana yang bernama istana Maimoon?," guraunya sembari tertawa ringan didepan ratusan mahasiswa STAI Al-Anwar tersebut.

Dalam acara tersebut turut hadir pula sebagai narasumber utama KH Lukman Hakim Saifuddin yang menjabat sebagai Menteri Agama RI. Hadir pula KH Abdul Ghofur Maimoen (Ketua STAI Al-Anwar), H Abdul Hafidz (Bupati Rembang), KH Majid Kamil Maimoen (Ketua DPRD Rembang) dan beberapa undangan dari MWC NU Sarang.

"Di Medan itu kalau kita lihat, antara Medan dan Padang Panjang ada kuburan-kuburan yang tidak diketahui. Itu kata guru saya Syeikh Yasin merupakan jejak kedatangan dari bangsa Arab masuk ke Indonesia pertama kali sebagai penyebar Islam. Walaupun mereka tidak sengaja untuk menyebarkan, tujuan mereka untuk mengungsikan diri," tutupnya.

Sumber : http://www.muslimoderat.net/2016/10/mbah-maimoen-zubair-islam-masuk.html#ixzz4cdXGnX4U

Baca Selengkapnya→

Selasa, 28 Maret 2017

Moh. Ma’ruf Khozin
(Narasumber Hujjah Aswaja TV9)

Umat Islam akan segera berjumpa kembali dengan bulan Ramadlan yang penuh berkah. Sebelum menyongsong bulan Ramadlan, umat Islam akan melewati dua bulan utama sebelum Ramadlan, yaitu bulan Rajab dan Sya’ban.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan, bahwa ketika masuk bulan Rajab maka Rasulullah Saw berdoa: “Allahumma barik lana fi Rajaba wa Sya’bana wa ballighna Ramadlana”, artinya: “Ya Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban. Serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan” (HR Ahmad, al-Bazzar, Abu Nuaim dan Ibnu ‘Asakir. an-Nawawi menilainya dlaif, tetapi menurut Ibnu Taimiyah hadis ini yang paling banyak digunakan tentang keutamaan bulan Rajab. Baca Majmu’ al-Fatawa 24/291)

Bulan Rajab
al-Hafidz Ibnu Hajar mengutip dari Ibnu Dahiyah bahwa bulan Rajab memiliki 18 nama, diantaranya adalah Syahrullah, al-fardu, syahrul Haram, al-‘Atirah (karena orang Jahiliyah menyembelih hewan di bulan ini), al-Asham atau tuli (karena tidak ada bunyi gesekan pedang) dan sebagainya. Rajab artinya adalah agung, karena orang Jahiliyah mengagungkan bulan tersebut.

Keutamaan Bulan Rajab
Keutamaan bulan Rajab masuk dalam kategori keutamaan bulan-bulan Haram (mulia) sebagaimana firman Allah Swt: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan Haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu…” (at-Taubah: 36). Dan Rasulullah Saw telah menentukan nama-nama bulan Haram tersebut dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa yang 3 adalah secara berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, sementara yang keempat adalah Rajab (Syaikh ‘Athiyah Shaqar dalam Fatawa al-Azhar Bab Syahru Rajab)
Puasa Bulan Rajab

Ahli hadis yang diberi gelar Amirul Mu’minin fil Hadis, al-Hafidz Ibnu Hajar, telah mengarang sebuah kitab Tabyin al-‘Ajab fi Ma Warada fi Fadhli Rajab yang mengulas tentang dalil-dalil hadis keutamaan bulan Rajab dengan menjelaskan hadis-hadis yang sahih dan dlaif bahkan maudlu’ (palsu), begitu pula tentang dalil puasa di bulan Rajab.

Di awal pembahasannya, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Tidak ada dalil sahih secara khusus untuk berpuasa dan ibadah malam di bulan Rajab”. Namun Ibnu Hajar mengulas beberapa hadis yang secara umum memberi indikasi keutamaan puasa di bulan Rajab.

Pertama hadis Usamah bin Zaid, ia bertanya kepada Rasulullah Saw: “Wahai Rasulullah, saya tidak menjumpai Engkau berpuasa di bulan-bulan yang lain sebagaimana Engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah menjawab: “Sya’ban adalah bulan yang dilupakan oleh orang-orang antara bulan Rajab dan Ramadlan. Bulan Sya’ban adalah bulan laporan amal kepada Allah. Maka saya senang amal saya dilaporkan sementara saya dalam kondisi berpuasa” (HR Nasai, Abu Dawud dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Baca Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari karya al-Hafidz Ibnu Hajar, VI/238. Ibnu Hajar juga menilainya sahih)

al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Hadis ini memberi penjelasan bahwa bulan Rajab dan Ramadlan memiliki kesamaan dalam hal keutamaan. Dan Rasulullah yang menyebut secara khusus tentang puasa juga memberi penjelasan tentang keutamaan Rajab” (Tabyin al-Ajab hal. 2)

Kedua hadis seorang sahabat yang meminta kepada Nabi agar diperintah melakukan puasa, maka Nabi bersabda: “Puasalah di bulan Sabar (Ramadlan) dan dua hari setiap bulan”. Sahabat berkata: ”Tambahkanlah Nabi, saya masih mampu”. Nabi bersabda: “Puasalah tiga hari”. Sahabat berkata: “Tambahkanlah Nabi”. Maka Nabi bersabda: “Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan (diulang tiga kali. Rasulullah menggenggam tangannya lalu melepaskannya)” (HR Ahmad No 20338, Abu Dawud No 2428, Ibnu Majah No 1741, Nasai dalam Sunan al-Kubra No 2743, Thabrani No 18336 dan al Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 3738)

al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Hadis ini menunjukkan anjuran puasa sebagian bulan Rajab. Sebab bulan Rajab adalah salah satu bulan yang mulia (Asyhur al-Hurum)”

Sebagian ulama ada yang menilai hadis ini dlaif, misalnya Syaikh Syu’aib al-Arnauth, dengan alasan bahwa Mujibah al-Bahiliyah ‘tidak diketahui’ (La Yu’rafu). Namun anggapan ini tidak benar, karena al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian tentang perawi yang dituduh majhul tadi: “Mujibah al-Bahiliyah adalah salah seorang perawi al-Bukhari secara Ta’liq dalam Bab Haid, ia dapat diterima (Maqbul), dari tingkatan ketiga” (Taqrib at-Tahdzib II/659)

Sedangkan riwayat atsar dari Sahabat yang seolah tidak ada anjuran berpuasa di bulan Rajab juga segera direspon oleh Ulama ahli hadis, misalnya riwayat berikut ini: “Utsman bin Hakim al-Anshari bertanya kepada Said bin Jubair tentang puasa Rajab (saat itu sedang di bulan Rajab). Said menjawab: Saya mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah Saw berpuasa sehingga kami berkata: Rasulullah tidak berbuka. Dan Rasul berbuka sehingga kami berkata: Rasulullah tidak berpuasa” (HR Muslim No 2782)

Imam an-Nawawi menjawab: “Yang dimaksud dengan jawaban Said bin Jubair adalah tidak ada larangan untuk berpuasa di bulan Rajab dan tidak ada anjuran secara khusus untuk puasa di bulan tersebut. Tetapi Rajab sama dengan bulan yang lainnya. Namun sebenarnya hakikat puasa adalah sunah. Di dalam Sunan Abi Dawud dijelaskan bahwa Rasulullah Saw menganjurkan puasa di bulan-bulan Haram (Bulan Mulia), dan Rajab adalah salah satunya” (Syarah Muslim IV/167)

Begitu pula jawaban dari al-Hafidz as-Suyuthi, bahkan beliau meriwayatkan atsar yang lain, yaitu Abu Qilabah berkata: “Di surga ada istana yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab”. Ahmad (bin Hanbal) berkata: “Kendatipun diwayat ini mauquf pada Abu Qilabah, sementara dia adalah Tabi’in, namun hal semacam ini hanya diucapkan oleh seorang yang menerima wahyu (Rasulullah Saw)”. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’ab al-iman No 3641 dan disahihkan oleh al-Hafidz as-Suyuthi dalam ad-Dibaj Syarah Sahih Muslim bin Hajjaj III/238.

Memang telah banyak hadis palsu (maudlu’) yang popular tentang puasa Rajab yang harus dihindari. Misalnya: “Barang siapa berpuasa 1 hari di bulan Rajab karena iman dan mengharap pahala, maka akan mendapatkan ridlo Allah yang paling agung dan ditempatkan di surga Firdaus….” Di dalam sanadnya terdapat Hasan an-Naqqasy, Ibnu Hajar berkata: Ia pemalsu hadis (wadldla’ Dajjal). Begitu pula: “Barangsiapa yang berpuasa 3 hari di bulan Rajab, maka Allah mencatatnya seperti puasa 1 bulan…” Di dalam sanadnya terdapat Amru bin Azhari yang dituduh dusta oleh Yahya bin Ma’in dan lainnya.

Penutup
Seorang sahabat pernah bertanya tentang puasa selain Ramadlan, maka Rasulullah menjawab: “Tidak ada kewajiban puasa selain puasa Ramadlan, kecuali engkau melakukan puasa sunah” (HR Muslim No 11).

Puasa sunah memiliki banyak macam, ada yang bersifat dua harian (puasa Dawud), puasa mingguan (senin dan kamis), puasa bulanan (hari purnama 13-14 dan 15), puasa tahunan (9 Arafah, Tasu’a’, ‘Asyura’ dan lain-lain), dan puasa di bulan-bulan mulia. Sementara puasa bulan Rajab termasuk dalam kategori puasa di bulan-bulan mulia seperti yang dikemukakan dalam 2 hadis diatas.

Hal ini dperkuat oleh pernyataan al-Hafidz Ibnu Hajar: “Imam-imam kita berkata bahwa puasa sunah yang paling utama adalah di bulan Muharram, kemudian Rajab, Dzulhijjah, dan Dzulqa’dah (Syaikh Mulla Ali al-Qari dalam Mirqat al-Mafatih VI/360)

https://aswajanucenterjatim.com/utama/keutamaan-puasa-di-bulan-rajab/

Keutamaan Puasa di Bulan Rajab

Unknown   at  Selasa, Maret 28, 2017  No comments

Moh. Ma’ruf Khozin
(Narasumber Hujjah Aswaja TV9)

Umat Islam akan segera berjumpa kembali dengan bulan Ramadlan yang penuh berkah. Sebelum menyongsong bulan Ramadlan, umat Islam akan melewati dua bulan utama sebelum Ramadlan, yaitu bulan Rajab dan Sya’ban.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan, bahwa ketika masuk bulan Rajab maka Rasulullah Saw berdoa: “Allahumma barik lana fi Rajaba wa Sya’bana wa ballighna Ramadlana”, artinya: “Ya Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban. Serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan” (HR Ahmad, al-Bazzar, Abu Nuaim dan Ibnu ‘Asakir. an-Nawawi menilainya dlaif, tetapi menurut Ibnu Taimiyah hadis ini yang paling banyak digunakan tentang keutamaan bulan Rajab. Baca Majmu’ al-Fatawa 24/291)

Bulan Rajab
al-Hafidz Ibnu Hajar mengutip dari Ibnu Dahiyah bahwa bulan Rajab memiliki 18 nama, diantaranya adalah Syahrullah, al-fardu, syahrul Haram, al-‘Atirah (karena orang Jahiliyah menyembelih hewan di bulan ini), al-Asham atau tuli (karena tidak ada bunyi gesekan pedang) dan sebagainya. Rajab artinya adalah agung, karena orang Jahiliyah mengagungkan bulan tersebut.

Keutamaan Bulan Rajab
Keutamaan bulan Rajab masuk dalam kategori keutamaan bulan-bulan Haram (mulia) sebagaimana firman Allah Swt: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan Haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu…” (at-Taubah: 36). Dan Rasulullah Saw telah menentukan nama-nama bulan Haram tersebut dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa yang 3 adalah secara berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, sementara yang keempat adalah Rajab (Syaikh ‘Athiyah Shaqar dalam Fatawa al-Azhar Bab Syahru Rajab)
Puasa Bulan Rajab

Ahli hadis yang diberi gelar Amirul Mu’minin fil Hadis, al-Hafidz Ibnu Hajar, telah mengarang sebuah kitab Tabyin al-‘Ajab fi Ma Warada fi Fadhli Rajab yang mengulas tentang dalil-dalil hadis keutamaan bulan Rajab dengan menjelaskan hadis-hadis yang sahih dan dlaif bahkan maudlu’ (palsu), begitu pula tentang dalil puasa di bulan Rajab.

Di awal pembahasannya, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Tidak ada dalil sahih secara khusus untuk berpuasa dan ibadah malam di bulan Rajab”. Namun Ibnu Hajar mengulas beberapa hadis yang secara umum memberi indikasi keutamaan puasa di bulan Rajab.

Pertama hadis Usamah bin Zaid, ia bertanya kepada Rasulullah Saw: “Wahai Rasulullah, saya tidak menjumpai Engkau berpuasa di bulan-bulan yang lain sebagaimana Engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah menjawab: “Sya’ban adalah bulan yang dilupakan oleh orang-orang antara bulan Rajab dan Ramadlan. Bulan Sya’ban adalah bulan laporan amal kepada Allah. Maka saya senang amal saya dilaporkan sementara saya dalam kondisi berpuasa” (HR Nasai, Abu Dawud dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Baca Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari karya al-Hafidz Ibnu Hajar, VI/238. Ibnu Hajar juga menilainya sahih)

al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Hadis ini memberi penjelasan bahwa bulan Rajab dan Ramadlan memiliki kesamaan dalam hal keutamaan. Dan Rasulullah yang menyebut secara khusus tentang puasa juga memberi penjelasan tentang keutamaan Rajab” (Tabyin al-Ajab hal. 2)

Kedua hadis seorang sahabat yang meminta kepada Nabi agar diperintah melakukan puasa, maka Nabi bersabda: “Puasalah di bulan Sabar (Ramadlan) dan dua hari setiap bulan”. Sahabat berkata: ”Tambahkanlah Nabi, saya masih mampu”. Nabi bersabda: “Puasalah tiga hari”. Sahabat berkata: “Tambahkanlah Nabi”. Maka Nabi bersabda: “Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan (diulang tiga kali. Rasulullah menggenggam tangannya lalu melepaskannya)” (HR Ahmad No 20338, Abu Dawud No 2428, Ibnu Majah No 1741, Nasai dalam Sunan al-Kubra No 2743, Thabrani No 18336 dan al Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 3738)

al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Hadis ini menunjukkan anjuran puasa sebagian bulan Rajab. Sebab bulan Rajab adalah salah satu bulan yang mulia (Asyhur al-Hurum)”

Sebagian ulama ada yang menilai hadis ini dlaif, misalnya Syaikh Syu’aib al-Arnauth, dengan alasan bahwa Mujibah al-Bahiliyah ‘tidak diketahui’ (La Yu’rafu). Namun anggapan ini tidak benar, karena al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian tentang perawi yang dituduh majhul tadi: “Mujibah al-Bahiliyah adalah salah seorang perawi al-Bukhari secara Ta’liq dalam Bab Haid, ia dapat diterima (Maqbul), dari tingkatan ketiga” (Taqrib at-Tahdzib II/659)

Sedangkan riwayat atsar dari Sahabat yang seolah tidak ada anjuran berpuasa di bulan Rajab juga segera direspon oleh Ulama ahli hadis, misalnya riwayat berikut ini: “Utsman bin Hakim al-Anshari bertanya kepada Said bin Jubair tentang puasa Rajab (saat itu sedang di bulan Rajab). Said menjawab: Saya mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah Saw berpuasa sehingga kami berkata: Rasulullah tidak berbuka. Dan Rasul berbuka sehingga kami berkata: Rasulullah tidak berpuasa” (HR Muslim No 2782)

Imam an-Nawawi menjawab: “Yang dimaksud dengan jawaban Said bin Jubair adalah tidak ada larangan untuk berpuasa di bulan Rajab dan tidak ada anjuran secara khusus untuk puasa di bulan tersebut. Tetapi Rajab sama dengan bulan yang lainnya. Namun sebenarnya hakikat puasa adalah sunah. Di dalam Sunan Abi Dawud dijelaskan bahwa Rasulullah Saw menganjurkan puasa di bulan-bulan Haram (Bulan Mulia), dan Rajab adalah salah satunya” (Syarah Muslim IV/167)

Begitu pula jawaban dari al-Hafidz as-Suyuthi, bahkan beliau meriwayatkan atsar yang lain, yaitu Abu Qilabah berkata: “Di surga ada istana yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab”. Ahmad (bin Hanbal) berkata: “Kendatipun diwayat ini mauquf pada Abu Qilabah, sementara dia adalah Tabi’in, namun hal semacam ini hanya diucapkan oleh seorang yang menerima wahyu (Rasulullah Saw)”. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’ab al-iman No 3641 dan disahihkan oleh al-Hafidz as-Suyuthi dalam ad-Dibaj Syarah Sahih Muslim bin Hajjaj III/238.

Memang telah banyak hadis palsu (maudlu’) yang popular tentang puasa Rajab yang harus dihindari. Misalnya: “Barang siapa berpuasa 1 hari di bulan Rajab karena iman dan mengharap pahala, maka akan mendapatkan ridlo Allah yang paling agung dan ditempatkan di surga Firdaus….” Di dalam sanadnya terdapat Hasan an-Naqqasy, Ibnu Hajar berkata: Ia pemalsu hadis (wadldla’ Dajjal). Begitu pula: “Barangsiapa yang berpuasa 3 hari di bulan Rajab, maka Allah mencatatnya seperti puasa 1 bulan…” Di dalam sanadnya terdapat Amru bin Azhari yang dituduh dusta oleh Yahya bin Ma’in dan lainnya.

Penutup
Seorang sahabat pernah bertanya tentang puasa selain Ramadlan, maka Rasulullah menjawab: “Tidak ada kewajiban puasa selain puasa Ramadlan, kecuali engkau melakukan puasa sunah” (HR Muslim No 11).

Puasa sunah memiliki banyak macam, ada yang bersifat dua harian (puasa Dawud), puasa mingguan (senin dan kamis), puasa bulanan (hari purnama 13-14 dan 15), puasa tahunan (9 Arafah, Tasu’a’, ‘Asyura’ dan lain-lain), dan puasa di bulan-bulan mulia. Sementara puasa bulan Rajab termasuk dalam kategori puasa di bulan-bulan mulia seperti yang dikemukakan dalam 2 hadis diatas.

Hal ini dperkuat oleh pernyataan al-Hafidz Ibnu Hajar: “Imam-imam kita berkata bahwa puasa sunah yang paling utama adalah di bulan Muharram, kemudian Rajab, Dzulhijjah, dan Dzulqa’dah (Syaikh Mulla Ali al-Qari dalam Mirqat al-Mafatih VI/360)

https://aswajanucenterjatim.com/utama/keutamaan-puasa-di-bulan-rajab/

Baca Selengkapnya→

Senin, 27 Maret 2017

Ketika Pancasila telah diakui sebagai dasar negara maka setiap sistem yang di bangun di atasnya haruslah bersendikan pada dasar yang telah disepakati bersama, baik dalam politik budaya termasuk dalam demokrasi. Sejak kembali ke UUD 1945, Indonesia telah menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin.<> Istilah ini pertama kali dilontarkan oleh Ki Hajardewantara, kemudian diterjemahkan dalam realitas oleh Bung Karno, sebagai bentuk demokrasi Indonesia. Demokrasi ini sendiri mengacu pada pasal empat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Artinya demokrasi yang mengacu pada nilai dan cita-cita bersama bangsa ini. 

Sejak awal NU yang diwakili KH Saifuddin Zuhri dan KH A Syaichu menegaskan bahwa NU menerima sistem Demokrasi Terpimpin asal penekanan tetap diletakkan pada demokrasinya, bukan pada terpimpinnya. Karena tanpa adanya kepemimpinan demokrasi menjadi anarki, demikian juga tanpa demokrasi maka kepemimpinan menjadi represi. NU menginginkan adanya demokrasi yang terarah bukan demokrasi liberal yang tanpa arah, yang ada hanya suara bersama, yang mengabaikan prinsip dan moral. Hadirnya Demokrasi Terpimpin penting untuk mengatasi anarki politik yang ditimbulkan oleh demokrasi liberal zaman itu.

Ternyata pelaksanaan Demokrsi Terpimpin banyak mengalami penyimpangan, penekanan tidak pada demokrasinya, tetapi pada pemimpinannya. Karena itu NU pada Muktamar Ke-24 NU di Bandung mengadakan tinjauan ulang terhadap Demokrasi Terpimpin itu. Bukan pada substansinya tetapi pada istilah serta bentuk penerapannya. NU berusaha mengembalikan demokrasi pada sumber dasarnya yaitu Pancasila.

Dengan asumsi semacam itu NU mengusulkan penggunaan istilah baru Demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi atau kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan dan permusyawaratan serta perwakilan. Pada dasarnya Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan. Dengan demikian, kebebasan berdemokrasi dibatasi oleh pertama, batas keselamatan negara; kedua, kepentingan rakyat banyak; ketiga, kepribadian bangsa; keempat, batas kesusilaan; dan kelima, batas pertanggung-jawaban pada Tuhan. Setiap keputusan yang melanggar kelima batas itu dinyatakan batal secara moral dan politik. Demikian pandangan dan sikap NU terhadap politik dan demokrasi. Berikut adalah maklumat lengkap dari deklarasi pada muktamar tahun 1967 itu:


Deklarasi Demokrasi Pancasila

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan penuh pertanggungan jawab kepada Allah subhanahu wata’ala, kepada perjuangan memenangkan Orde Baru untuk kebahagiaan jasmaniah dan rohaniah seluruh bangsa Indonesia, Muktamar NU ke-24 di Bandung mengeluarkan Deklarasi Tentang Demokrasi Pancasila.

Mukaddimah

Penentangan terhadap ajaran Demokrasi Liberal pada hakikatnya penentangan terhadap suatu politik yang membuka kemungkinan timbulnya peranan perorangan dan kelompok kecil di dalam masyarakat yang dapat mencapai kekuasaan politik dengan mengabaikan kepentingan rakyat banyak.

Penentangan terhadap ajaran Marxisme-Leninisme pada hakikatnya penentangan terhadap sistem politik yang membenarkan pencapaian kekuasaan melalui kekerasan dan dominasi berdasarkan kekuatan dari satu golongan terhadap golongan yang lain.

Penentangan terhadap ajaran Demokrasi Terpimpin pada hakikatnya penentangan terhadap sistem politik yang menjurus kepada kekuatan perorangan dan segolongan kecil dengan menggunakan predikat “terpimpin” sebagai cara untuk melenyapkan demokrasi setahap demi setahap sehingga sempurna.

Pembinaan Orde Baru dengan demikian pada hakikatnya adalah pembinaan demokrasi yang tidak menganut sistem Demokrasi Liberal, ajaran Maerxisme-Leninisme maupun Demokrasi Terpimpin. Demokrasi ini berdasarkan Pancasila atau “Demokrasi Pancasila”.

Sifat Umum Demokrasi Pancasila

Demokrasi Panacasila adalah demokrasi yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila.

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang menegaskan bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, melalui lembaga-lembaga perwakilan yang anggota-anggotanya dipilih di dalam suatu pemilihan umum yang bebas dan demokratis.

Demokrasi Pancasila menolak semua bentuk kekuasaan dan kekuatan yang dipeproleh dari lembaga perwakilan rakyat.

Mengakui hak mayoritas seimbang dengan kewajiban yang dipikulnya.

Di bidang agama, Demokrasi Pancasila mengakui hak dan kewajiban pemeluk mayoritas begitu juga hak dan kewajiban pemeluk minoritas sesuatu agama.

Demokrasi Pancasila

Lembaga Perwakilan Rakyat dibentuk melalui pemilihan umum yang bebas dan demokratik, dari representasi partai-partai politik dan lain-lain organisasi massa yang terorganisir, yang mencalonkan wakil-wakilnya di dalam pemilihan umum.
Berdasarkan kondisi-kondisi objektif, sistem proporsional adalah sistem yang terbaik di dalam pemilihan umum.

Tentang Peranan Rakyat di Dalam Demokrasi Pancasila

Massa Rakyat yang terorganisir di dalam partai-partai politik dan lain-lain organisasi massa adalah alat yang mutlak di dalam melaksanakan Demokrasi Pancasila yang sesungguhnya.

Partai politik dan lain-lain organisasi massa mempunyai hak dan kewajiban untuk memperjuangkan politik ideologi masing-masing serta berjuang untuk kesejahteraan seluruh rakyat di atas landasan Pancasila.

Bandung 10 Juli 1967
Sumber: Abdul Mun’im DZ (Editor), Piagam Perjuangan Kebangsaan, 2011 (Jakarta: Setjen PBNU-NU Online)

Sumber : NU Online

Bunyi Komitmen NU pada Demokrasi Pancasila di Muktamar 1967

Unknown   at  Senin, Maret 27, 2017  1 comment

Ketika Pancasila telah diakui sebagai dasar negara maka setiap sistem yang di bangun di atasnya haruslah bersendikan pada dasar yang telah disepakati bersama, baik dalam politik budaya termasuk dalam demokrasi. Sejak kembali ke UUD 1945, Indonesia telah menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin.<> Istilah ini pertama kali dilontarkan oleh Ki Hajardewantara, kemudian diterjemahkan dalam realitas oleh Bung Karno, sebagai bentuk demokrasi Indonesia. Demokrasi ini sendiri mengacu pada pasal empat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Artinya demokrasi yang mengacu pada nilai dan cita-cita bersama bangsa ini. 

Sejak awal NU yang diwakili KH Saifuddin Zuhri dan KH A Syaichu menegaskan bahwa NU menerima sistem Demokrasi Terpimpin asal penekanan tetap diletakkan pada demokrasinya, bukan pada terpimpinnya. Karena tanpa adanya kepemimpinan demokrasi menjadi anarki, demikian juga tanpa demokrasi maka kepemimpinan menjadi represi. NU menginginkan adanya demokrasi yang terarah bukan demokrasi liberal yang tanpa arah, yang ada hanya suara bersama, yang mengabaikan prinsip dan moral. Hadirnya Demokrasi Terpimpin penting untuk mengatasi anarki politik yang ditimbulkan oleh demokrasi liberal zaman itu.

Ternyata pelaksanaan Demokrsi Terpimpin banyak mengalami penyimpangan, penekanan tidak pada demokrasinya, tetapi pada pemimpinannya. Karena itu NU pada Muktamar Ke-24 NU di Bandung mengadakan tinjauan ulang terhadap Demokrasi Terpimpin itu. Bukan pada substansinya tetapi pada istilah serta bentuk penerapannya. NU berusaha mengembalikan demokrasi pada sumber dasarnya yaitu Pancasila.

Dengan asumsi semacam itu NU mengusulkan penggunaan istilah baru Demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi atau kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan dan permusyawaratan serta perwakilan. Pada dasarnya Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan. Dengan demikian, kebebasan berdemokrasi dibatasi oleh pertama, batas keselamatan negara; kedua, kepentingan rakyat banyak; ketiga, kepribadian bangsa; keempat, batas kesusilaan; dan kelima, batas pertanggung-jawaban pada Tuhan. Setiap keputusan yang melanggar kelima batas itu dinyatakan batal secara moral dan politik. Demikian pandangan dan sikap NU terhadap politik dan demokrasi. Berikut adalah maklumat lengkap dari deklarasi pada muktamar tahun 1967 itu:


Deklarasi Demokrasi Pancasila

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan penuh pertanggungan jawab kepada Allah subhanahu wata’ala, kepada perjuangan memenangkan Orde Baru untuk kebahagiaan jasmaniah dan rohaniah seluruh bangsa Indonesia, Muktamar NU ke-24 di Bandung mengeluarkan Deklarasi Tentang Demokrasi Pancasila.

Mukaddimah

Penentangan terhadap ajaran Demokrasi Liberal pada hakikatnya penentangan terhadap suatu politik yang membuka kemungkinan timbulnya peranan perorangan dan kelompok kecil di dalam masyarakat yang dapat mencapai kekuasaan politik dengan mengabaikan kepentingan rakyat banyak.

Penentangan terhadap ajaran Marxisme-Leninisme pada hakikatnya penentangan terhadap sistem politik yang membenarkan pencapaian kekuasaan melalui kekerasan dan dominasi berdasarkan kekuatan dari satu golongan terhadap golongan yang lain.

Penentangan terhadap ajaran Demokrasi Terpimpin pada hakikatnya penentangan terhadap sistem politik yang menjurus kepada kekuatan perorangan dan segolongan kecil dengan menggunakan predikat “terpimpin” sebagai cara untuk melenyapkan demokrasi setahap demi setahap sehingga sempurna.

Pembinaan Orde Baru dengan demikian pada hakikatnya adalah pembinaan demokrasi yang tidak menganut sistem Demokrasi Liberal, ajaran Maerxisme-Leninisme maupun Demokrasi Terpimpin. Demokrasi ini berdasarkan Pancasila atau “Demokrasi Pancasila”.

Sifat Umum Demokrasi Pancasila

Demokrasi Panacasila adalah demokrasi yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila.

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang menegaskan bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, melalui lembaga-lembaga perwakilan yang anggota-anggotanya dipilih di dalam suatu pemilihan umum yang bebas dan demokratis.

Demokrasi Pancasila menolak semua bentuk kekuasaan dan kekuatan yang dipeproleh dari lembaga perwakilan rakyat.

Mengakui hak mayoritas seimbang dengan kewajiban yang dipikulnya.

Di bidang agama, Demokrasi Pancasila mengakui hak dan kewajiban pemeluk mayoritas begitu juga hak dan kewajiban pemeluk minoritas sesuatu agama.

Demokrasi Pancasila

Lembaga Perwakilan Rakyat dibentuk melalui pemilihan umum yang bebas dan demokratik, dari representasi partai-partai politik dan lain-lain organisasi massa yang terorganisir, yang mencalonkan wakil-wakilnya di dalam pemilihan umum.
Berdasarkan kondisi-kondisi objektif, sistem proporsional adalah sistem yang terbaik di dalam pemilihan umum.

Tentang Peranan Rakyat di Dalam Demokrasi Pancasila

Massa Rakyat yang terorganisir di dalam partai-partai politik dan lain-lain organisasi massa adalah alat yang mutlak di dalam melaksanakan Demokrasi Pancasila yang sesungguhnya.

Partai politik dan lain-lain organisasi massa mempunyai hak dan kewajiban untuk memperjuangkan politik ideologi masing-masing serta berjuang untuk kesejahteraan seluruh rakyat di atas landasan Pancasila.

Bandung 10 Juli 1967
Sumber: Abdul Mun’im DZ (Editor), Piagam Perjuangan Kebangsaan, 2011 (Jakarta: Setjen PBNU-NU Online)

Sumber : NU Online
Baca Selengkapnya→

::: Simak berbagai info ANSOR Watulimo Online melalui media sosial Group Facebook Ansor Watulimo Klik DISINI ::: Kritik, saran, informasi atau artikel dapat dikirimkan kepada kami melalui email ansorwatulimo@gmail.com :::: Info pemasangan iklan, hubungi WA : 0813-3392-6979 :::

startMiner - free and simple next generation Bitcoin mining software

Selamat Datang!

COPYRIGHT © 2016 ANSOR WATULIMO. By Myanto Mahardika Supported By ANSORUNAPublished..Blogger Templates
Blogger templates. Proudly Powered by Blogger.